Thursday 26 August 2021

PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia

 

PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia

Lonjakan kasus Covid-19 (Corona Virus Desease 2019) yang terjadi di Indonesia dalam sebulan terakhir membuat sistem layanan kesehatan kewalahan. Di banyak daerah, khususnya Pulau Jawa, rumah sakit mulai terisi penuh. Kesediaan tabung oksigen tak mencukupi kebutuhan pasien. Kisah miris banyaknya pasien Covid-19 tak tertolong menjadi bukti atas kondisi penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang tak siap menghadapi situasi krisis. Merespons situasi ini, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. PPKM darurat mulai diimplementasikan pada 3-20 Juli 2021. Kebijakan ini diumumkan Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers virtual pada Kamis (1/7/2021). World Health Organization (WHO) sudah menetapkan penyakit akibat virus ini sebagai pandemi global. Artinya, penularan dan ancamannya telah melampaui batas-batas antarnegara. Kewaspadaan berbagai negara dan masyarakat internasional ini makin memuncak.

Ada 14 ketentuan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan PPKM darurat yaitu, 100 persen Work from Home (WFH) untuk sektor non-essential, seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online/daring, untuk sektor essential diberlakukan 50 persen maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan, pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup, pelaksanaan kegiatan makan/minum ditempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal hanya menerima delivery/take away dan tidak menerima makan di tempat (dine-in). Sementara itu, pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100% dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat, tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara, fasilitas umum (area publik, taman umum, tempat wisata umum dan area publik lainnya) ditutup sementara, kegiatan seni/budaya, olahraga dan sosial kemasyarakatan (lokasi seni, budaya, sarana olahraga, dan kegiatan sosial yang dapat menimbulkan keramaian dan kerumunan) ditutup sementara, transportasi umum (kendaraan umum, angkutan massal, taksi (konvensional dan online) dan kendaraan sewa/rental) diberlakukan dengan pengaturan kapasitas maksimal 70% dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat.

Disamping itu, resepsi pernikahan dihadiri maksimal 30 orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat dan tidak menerapkan makan di tempat resepsi. Penyediaan makanan hanya diperbolehkan dalam tempat tertutup dan untuk dibawa pulang. Sementara itu, pelaku perjalanan domestik yang menggunakan moda transportasi jarak jauh (pesawat, bis dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksin dosis I) dan PCR H-2 untuk pesawat serta Antigen (H-1) untuk moda transportasi jarak jauh lainnya, masker tetap dipakai saat melaksanakan kegiatan di luar rumah dan tidak diizinkan penggunaan face shield tanpa penggunaan masker, sementara pelaksanaan PPKM mikro di RT/RW zona merah tetap diberlakukan. Jika dianalogikan, penerapan PPKM darurat ini bak pisau bermata dua. Satu sisi berdampak positif di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang tengah terjadi di Indonesia, namun di sisi lain berdampak buruk bagi perekonomian khususnya masyarakat kalangan bawah. Masyarakat dari kalangan bawah ini umumnya memiliki pendapatan habis setiap harinya. Artinya apa yang diperoleh hari ini dikonsumsi hari ini habis. Untuk bisa makan besok, mereka harus bekerja dulu. Di samping itu ada juga masyarakat yang tidak memiliki pendapatan tetap, apalagi di tengah terpuruknya perekonomian gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sulit dihindari.

Masyarakat dari kalangan bawah ini umumnya bekerja di lapangan. Ketika mereka dihimbau diam di rumah saja, tentu akan berdampak terhadap penghasilan yang didapatkannya. Masyarakat dari kalangan bawah ini, tidak mungkin hanya berdiam diri di rumah, karena jika tidak bekerja tentu mereka tidak akan memiliki penghasilan. Anjuran pemerintah agar masyarakat berdiam di rumah, tujuannya tentu sangat positif untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, namun buruk bagi mereka khususnya yang bekerja di sektor informal. Terpuruknya sektor pariwisata contohnya seperti di Bali, berdampak terhadap terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat lesunya kunjungan wisatawan ke Bali. Disamping itu, masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan terutama para pekerja yang mengandalkan pendapatan dari gaji, kini juga sudah banyak yang kena imbas pengurangan gaji akibat sepinya pemasukan atau pendapatan. Kasus kejahatan selama pandemi Covid-19 seperti yang diberitakan sejumlah media massa, seperti pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan pemberatan, penipuan, dan lainnya juga meningkat. Para pelaku terdorong melakukan kejahatan akibat desakan ekonomi.

Terkait dengan diberlakukannya PPKM darurat ini, pemerintah sudah seharusnya mengalokasikan anggaran untuk program perlindungan sosial terutama penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak pemberlakuan PPKM darurat yang merupakan kelompok masyarakat rentan miskin atau kelompok masyarakat yang berpotensi jatuh miskin dengan mempertimbangkan skala prioritas. Artinya dengan merealokasikan anggaran lain yang tidak urgent. Kebijakan pemerintah seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Koordinator PPKM Darurat yang memastikan pemerintah akan kembali memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang membutuhkan tentu saja sangat tepat. Bantuan yang diberikan tentu saja harus tepat sasaran. Penyaluran kembali bansos diharapkan dapat meringankan beban masyarakat kecil.

Dari kebijakan tersebut kami membuka sebuah wadah untuk menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan tersebut dari berbagai pihak maupun sudut pandang mengenai pemberlakuan PPKM darurat. Berdasarkan aspirasi yang telah dibuka melalui media google form muncul berbagai tanggapan terhadap kebijakan tersebut. “Dapat di amati bahwa penerapan PPKM ini tidak merata diterapkan di seluruh daerah di indonesia, hanya beberapa daerah saja yang menerapkan PPKM dan bisa di amati bahwa pemerintah tidak terlalu tegas dalam melaksakan aturan ini sehingga masih banyak masyarakat yang lalai akan aturan yang diselenggarakan oleh pemerintah, contohnya saja memakai masker masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker walaupun sudah diberi himbauan, selanjutnya PPKM ini hanya diterapkan diperkotaan saja itupun tidak terlalu ketat, serta disetiap daerah perdesaan dan kota kecil penerapan ini tidak dijalankan bahkan kegiatan nikahan atau kafe yang bersifat berkumpul masih tetap berjalan dan penerapan prokes tidak ketat”. Tutur seorang warga KMP PNUP. Selain itu ada juga yang setuju dengan tindakan pemerintah ini, ia mengatakan bahwa dengan PPKM ini setidaknya pemerintah harus peka terhadap kondisi masyarakat sekitar dan mendata pembagian bantuan sosial ini dengan tepat.

 

Share:

0 comments:

Post a Comment

Follow Us

KMP PNUP. Powered by Blogger.

PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia

  PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia Lonjakan kasus Covid-19 ( Corona Virus Desease 2019 ) yang terjadi d...

Paling Dilihat