• KMP PNUP

    Kerukunan Mahasiswa Pinrang Politeknik Negeri Ujung Pandang.

  • KMP PNUP

    Kerukunan Mahasiswa Pinrang Politeknik Negeri Ujung Pandang.

  • PLOD 2018

    Pengenalan Organisasi Daerah Mahasiswa Baru Angkatan 2018.

  • Seminar Pendidikan

    Seminar Pendidikan yang diselengarakan di gedung PKK Kabupaten Pinrang .

  • SOSIALISASI 2019

    Sosialisasi Di Sekolah SeKabupaten Pinrang.

  • SOSIALISASI 2019

    Sosialisasi Di Sekolah SeKabupaten Pinrang.

Tuesday 3 April 2018

Apa Kabar Sekolah?

Sumber Gambar Google

Dulu, sekolah menjadi hal yang sangat dibutuhkan, tapi seiring berkembangnya zaman sekolah sekarang seolah suatu kewajiban yang mendekam dan membungkam, mengharuskan kita untuk mengikuti segala aturan-aturan yang mungkin tidak sesuai dengan kemauan serta bakat yang kita miliki. Berfikir bahwa sekolah lah tempat satu-satunya untuk menuntut ilmu, berfikir bahwa semua sumber pemikiran itu berasal dari sekolah. Inilah yang kemudian menjadi suatu hal yang mengurung pemikira kita untuk lebih berkembang bukan hanya stay pada tempat itu.

Modul-modul yang telah disususn seakan adalah langkah mutlak yang harus dilalui agar menuju ke kesuksesan. Padahal tidak, ada beberapa ilmuan-ilmuan yang tidak menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah. Berdasarkan modul yang telah disususn untuk mengarahkan kita maka kita senantiasa akan selalu terarah pada suatu arahan tanpa ada kreativias berfikir kita untuk keluar dan mengembangkan pola pikir serta wawasan untuk mencari sumber pengetahuan, yang sebenarnya sangat banyak diluar sana  dibandingkan yang ada disekolah. Akan banyak realias-realitas diluar sana yang bisa dijadikan sebagai pengetahuan baru.

Sekolah sekarang ini sudah keluar dari subtansinya yaitu tempat untuk menuntut ilmu. Mengapa demikian? Karena sekolah sudah dijadikan ajang kompetisi untuk mencapai kemenangan. Tentu saja, lumrahya manusia yang setiap manusia itu memiliki rasa ego masing-masing maka akan lebih menonjolkan lagi sikap egonya karena adanya jalan untuk memenangkan ego itu. Dimulai dengan menghalalkan segala cara untuk menjadi pemenang, misalnya lebih kepada menatuhkan satu persatu teman agar saingan dapat berkurang tanpa memperhatikan lagi bahwa tujuan utamanya adalah meuntut ilmu. Hal demikian terjadi karena kompetisi itu lebih mementingkan hasil dibandingkan proses yang dilalui, berbeda dengan menuntut ilmu yang memang akan lebih mengutamakan proses yang dilalui karena dengan proses akan diketahui dengan sendirinya hasil yang akan kita dapat.

Dilihat dari sistem-sistem yang ada yang mugkin dari berbagai kalangan orang banyak bahwa system di sekolah itu adalah system yang memaksa sehingga sekolah sekarang ini bukan lagi menjadi suatu kebutuhan tapi adalah suatu kewajiban. Dimana sesuatu jika sudah menjadi kebutuhan maka apapun yang sudah menjadi kebutuhan itu akan kita lalui. Identiknya manusia itu haus akan hasil dan timbal balik dari apa yang dia telah kerjakan maka jika itu bukan menjadi kebutuhannya maka itu akan sulit untuk ditekuni. Maka jangan heran jika sekarang  banyak orang yang beranggapan bahwa sekolah itu bukan tempat yang menyenangkan.

    Ada satu lagi system yang memang sangat sulit untuk dilalui, yaitu system dimana siswa harus mempelajari semua mata pelajaran yang ada. Tanpa sedikitpun mempertimbangkan bakat serta minat yang diinginkan atau mungkin saja itu adalah suatu hal yang tidak kita butuhkan tetapi kita harus dipaksa dan ditekankan untuk memahami itu semua. Dimana seorang guru saja hanya bekerja di satu bidang yang memang itu adalah kemampuan dan minatnya. Terus apa halnya dengan kita yang hanya seorang siswa harus mempelajari dan mengerti semua mata pelajaran itu, kan tidak lucu. Disini kita bukan menuntut untuk mempersempit pengetahuan untuk belajar banyak hal, tapi coba bayangkan ketika itu adalah hal yang tidak sama sekali kita inginkan atau bahkan tidak kita butuhkan dalam mencapai tujuan tetapi tetap harus dipelajari kan akan sangat sulit. Karena ada banyak hal yang kita butuhkan dan lebih lebih penting untuk dipelajari lebih mendalam untuk menciptakan suatu skill. Disbanding kita harus mempelajari semua mata pelajaran itu namun ujung-ujungnya tidak ada skill yang terbentuk akibat tidak ada suatu pelajaran yang dipelajari secara mendalam

    Sebagian orang juga mengatakan bahwa salah satu system yang mungkin tidak etis ialah mewajibkan untuk menggunakan seragam-seragam atau ketentuan-ketentuan berpakaian yang menurut sebagian orang tidak ada sangkutpautnya dengan menuntut ilmu. Ada benanrnya juga yang mereka katakan, tetapi akankah ada baiknya juga ketika kita tela’ah terebih dahulu maksud dari aturan-aturan seragam atau berpakaian yang telah ditetapkan. Misalnya saja rambut gondrong bagi lakilki itu dilarang yang memang tidak menghalangi proes belajar mengajar dan tidak menghambat masuknya pelajaran itu ke otak. Tapi jika dipandang dari sisi hal mendisiplinkan maka itu wajar-wajar saja karena itu juga salah satu pembelajaran kedisiplinan.

    Apa sebenarnya yang salah dari sekolah? Sistemnya????
System yang mana yang sekiranya jadi masalah? Kompetisi?? Keharusan mempelajari semua pelajaran?? Metode pembelajaan?? Ataukah seragamnya??. Itu semua sebenarnya kembali lagi pada darimana sudut pandang kita karena system itu tidak semena-mena terbentuk, itu semua butuh yang namanya perancangan yang memang mempunyai suatu tujuan. Adapun dalam perbedaan pendapat dengan system yang ada itu sudah kembali ke sudut pandang kita lagi. Ketika memang tujuan kita adalah menuntut ilmu maka apapun system yang telah diterapkan itu bukan menjadi penghalang atau penghambat kita. Karena sudah dikatakan bahwa sekolah hanya salah satu tempat untuk menuntut ilmu dari banyaknya tempat yang bisa kita jadikan tempat untuk menutut ilmu.
Share:

Kampus Kita Butuh Pembangkang yang Positif


Sejak dulu, semua anak yang bersekolah memiliki keinginan untuk mendapat nilai tinggi. Seakan-akan mendapat nilai tinggi menjamin kita mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak. Nilai bagaikan puncak tertinggi dari segala yang dilakukan oleh siswa. Begitupun mahasiswa, apapun akan mereka lakukan demi mendapat nilai terbaik dari dosen.
Tak jarang mereka yang memiliki perbedaan pendapat dengan dosen memilih bungkam dan mengiyakan segala perkataan dosen demi mendapat nilai yang baik. Mereka biasanya hidup dengan moralitas ketaatan : datang kuliah tepat waktu, menjawab soal sesuai isi buku, patuh terhadap aturan kampus yang (kadang) tak masuk akal.
Jika kuliah harus dijalani dengan ketaatan, maka kita akan terpasung dalam suasana normal yang sudah bisa ditebak. Ibarat berjalan lurus tanpa melihat kanan atau kiri. Hidup tanpa ide alternatif. Padahal kreativitas dibutuhkan anak muda untuk membangun masa depan yang berbeda.
Kreativitas dapat dipacu dengan memperbanyak pengalaman dan petualangan yang mempertemukan kita dengan banyak orang. Hal tersebut akan membiasakan anak berfikir dan bertindak di luar kelaziman. Kampus tak harus memaksa mahasiswa untuk terus patuh dan loyal karena kepatuhan  takkan pernah melahirkan individu yang kreatif dan loyalitas  takkan mungkin memunculkan ide-ide orisinil.
"Jangan lupa, kegilaan sesekali membuat hidup lebih berwarna, orang-orang yang selalu patuh dan penurut sangat membosankan"  ~Paulo Coelhoe~

Mengapa kita butuh pembangkang?
Tidakkah kau bosan akan pandangan yang selalu meyakini bahwa apa yang sudah lazim maka itulah kebenaran yang final? Seperti rajin sekolah pasti pintar. Keyakinan yang tak pernah diperdebatkan ini akan menjalar pada yang pintar pasti patuh dan yang patuh pasti berhasil. Janji keberhasilan itulah yang mengundang tiap lembaga pendidikan untuk menanamkan kepatuhan yang membabi buta. Korbannya tak lain adalah mahasiswa yang sejak dini punya pandangan naif seperti itu.
Maka membangkanglah yang positif, yakni yang dapat mebuat perubahan. Itu dibutuhkan untuk menggali banyak pengalaman. Karena tiap pengalaman yang menimbulkan sensasi gagasan baru akan membawa pada kreativitas serta kobaran imajinasi.
Kehidupan mahasiswa hari ini sedang krisis mahasiswa kritis. Mahasiswa  bertindak sesuai tindakan umum yang dilakukan mahasiswa lain. Tiap orang terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Jika semua patuh, maka individu yang tidak patuh tampak aneh dan mempertaruhkan masa depan. Sama halnya dengan keyakinan kalau IP tinggi bisa menjamin masa depan yang layak, padahal banyak sekali riset membuktikan sebaliknya.

Jadi, apa tugas kuliah yang sebenarnya?
Selama ini kampus hanya meneguhkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan sebagai bentuk sebuah kebajikan. Tugas-tugas sengaja diberikan menumpuk dengan jangka waktu pendek agar mahasiswa sibuk mengerjakan tugas dan tak sempat memikirkan cela-cela pemerintahan serta berdemo. Sehingga hanya sedikit mahasiswa yang berani menentang kebathilan.
Ketidakberanian itulah yang harus dienyahkan dari dunia pendidikan tinggi. Kampus seharusnya mendidik kematangan anak muda untuk selalu mempercayai bahwa pengetahuan yang dikonsumsi bisa menjadi kekuatan yang mengubah tatanan. Pengetahuan itu landasan untuk mengembangkan minat-minat baru, bukan doktrin. Maka tugas terdepan kampus adalah mengembangkan watak intelektual dalam diri mahasiswanya.
Dalam buku Bergeraklah Mahasiswa (Eko Prasetyo, 2017) dikatakan bahwa watak intelektual itu dicirikan dalam banyak model: memiliki keberanian untuk mengekspresikan gagasan-gagasan progresif dengan cara yang lebih komunikatif sekaligus provokatif.  Sanggup untuk mempertahankan ide-ide alternatif dengan cara apapun dan tetap memelihara 'kebebasan akademik' sebagai landasan keyakinan bersama.
Pada titik inilah kampus menjadi tempat dimana 'kecurigaan, kekuatiran, kesangsian' pada negara maupun modal disuburkan. Pandangan yang kritis, tajam dan berani sebaiknya terus menjadi kekuatan pengikat kampus dengan masyarakat yang dipinggirkan.
Sebab posisi kampus bukan melahirkan para 'penguasa' tetapi meluncurkan para 'pembaharu' yang bisa merevolusi sistem sosial dan politik yang kacau serta beku. Itulah sebabnya kampus butuh rongga baru yang berisi 'kebebasan, keberanian, independensi'.
"Jika kau tidak menyibukkan diri untuk memperbaharui diri maka kau akan disibukkan oleh kehancuran" ~Steve Jobs~
Hidup Mahasiswa!

Sumber : https://www.kompasiana.com/dayangncr/5a9edd49caf7db2e8f3855e3/kampus-kita-butuh-pembangkang-yang-positif
Share:

Follow Us

KMP PNUP. Powered by Blogger.

PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia

  PPKM Darurat dan Dampaknya terhadap Penanganan Pandemi di Indonesia Lonjakan kasus Covid-19 ( Corona Virus Desease 2019 ) yang terjadi d...

Paling Dilihat