Lonjakan
kasus Covid-19 (Corona Virus Desease 2019)
yang terjadi di Indonesia dalam sebulan terakhir membuat sistem layanan
kesehatan kewalahan. Di banyak daerah, khususnya Pulau Jawa, rumah sakit mulai
terisi penuh. Kesediaan tabung oksigen tak mencukupi kebutuhan pasien. Kisah
miris banyaknya pasien Covid-19 tak tertolong menjadi bukti atas kondisi
penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang tak siap menghadapi situasi
krisis. Merespons situasi ini, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. PPKM darurat mulai diimplementasikan pada
3-20 Juli 2021. Kebijakan ini diumumkan Presiden Joko Widodo dalam konferensi
pers virtual pada Kamis (1/7/2021). World Health Organization (WHO) sudah
menetapkan penyakit akibat virus ini sebagai pandemi global. Artinya, penularan
dan ancamannya telah melampaui batas-batas antarnegara. Kewaspadaan berbagai
negara dan masyarakat internasional ini makin memuncak.
Ada 14
ketentuan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan PPKM darurat yaitu, 100 persen Work from Home (WFH) untuk sektor
non-essential, seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara
online/daring, untuk sektor essential diberlakukan 50 persen maksimum staf Work from Office (WFO) dengan protokol
kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO
dengan protokol kesehatan, pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup, pelaksanaan kegiatan makan/minum
ditempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak
jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada
pusat perbelanjaan/mal hanya menerima delivery/take
away dan tidak menerima makan di tempat (dine-in). Sementara itu, pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat
konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100% dengan menerapkan protokol
kesehatan secara lebih ketat, tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura,
Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat
ibadah) ditutup sementara, fasilitas umum (area publik, taman umum, tempat
wisata umum dan area publik lainnya) ditutup sementara, kegiatan seni/budaya,
olahraga dan sosial kemasyarakatan (lokasi seni, budaya, sarana olahraga, dan
kegiatan sosial yang dapat menimbulkan keramaian dan kerumunan) ditutup
sementara, transportasi umum (kendaraan umum, angkutan massal, taksi
(konvensional dan online) dan kendaraan sewa/rental) diberlakukan dengan
pengaturan kapasitas maksimal 70% dengan menerapkan protokol kesehatan secara
lebih ketat.
Disamping itu,
resepsi pernikahan dihadiri maksimal 30 orang dengan menerapkan protokol
kesehatan secara lebih ketat dan tidak menerapkan makan di tempat resepsi.
Penyediaan makanan hanya diperbolehkan dalam tempat tertutup dan untuk dibawa
pulang. Sementara itu, pelaku perjalanan domestik yang menggunakan moda
transportasi jarak jauh (pesawat, bis dan kereta api) harus menunjukkan kartu
vaksin (minimal vaksin dosis I) dan PCR H-2 untuk pesawat serta Antigen (H-1)
untuk moda transportasi jarak jauh lainnya, masker tetap dipakai saat
melaksanakan kegiatan di luar rumah dan tidak diizinkan penggunaan face shield
tanpa penggunaan masker, sementara pelaksanaan PPKM mikro di RT/RW zona merah
tetap diberlakukan. Jika dianalogikan, penerapan PPKM darurat ini bak pisau
bermata dua. Satu sisi berdampak positif di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang
tengah terjadi di Indonesia, namun di sisi lain berdampak buruk bagi
perekonomian khususnya masyarakat kalangan bawah. Masyarakat dari kalangan
bawah ini umumnya memiliki pendapatan habis setiap harinya. Artinya apa yang
diperoleh hari ini dikonsumsi hari ini habis. Untuk bisa makan besok, mereka
harus bekerja dulu. Di samping itu ada juga masyarakat yang tidak memiliki
pendapatan tetap, apalagi di tengah terpuruknya perekonomian gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK) sulit dihindari.
Masyarakat
dari kalangan bawah ini umumnya bekerja di lapangan. Ketika mereka dihimbau
diam di rumah saja, tentu akan berdampak terhadap penghasilan yang
didapatkannya. Masyarakat dari kalangan bawah ini, tidak mungkin hanya berdiam
diri di rumah, karena jika tidak bekerja tentu mereka tidak akan memiliki
penghasilan. Anjuran pemerintah agar masyarakat berdiam di rumah, tujuannya
tentu sangat positif untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, namun buruk bagi
mereka khususnya yang bekerja di sektor informal. Terpuruknya sektor pariwisata
contohnya seperti di Bali, berdampak terhadap terjadinya pemutusan hubungan
kerja (PHK) akibat lesunya kunjungan wisatawan ke Bali. Disamping itu,
masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan terutama para pekerja yang
mengandalkan pendapatan dari gaji, kini juga sudah banyak yang kena imbas
pengurangan gaji akibat sepinya pemasukan atau pendapatan. Kasus kejahatan
selama pandemi Covid-19 seperti yang diberitakan sejumlah media massa, seperti
pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan pemberatan, penipuan, dan
lainnya juga meningkat. Para pelaku terdorong melakukan kejahatan akibat
desakan ekonomi.
Terkait dengan
diberlakukannya PPKM darurat ini, pemerintah sudah seharusnya mengalokasikan
anggaran untuk program perlindungan sosial terutama penyaluran bantuan sosial
bagi masyarakat yang terkena dampak pemberlakuan PPKM darurat yang merupakan
kelompok masyarakat rentan miskin atau kelompok masyarakat yang berpotensi
jatuh miskin dengan mempertimbangkan skala prioritas. Artinya dengan
merealokasikan anggaran lain yang tidak urgent. Kebijakan pemerintah seperti
yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut
Binsar Pandjaitan yang juga Koordinator PPKM Darurat yang memastikan pemerintah
akan kembali memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang
membutuhkan tentu saja sangat tepat. Bantuan yang diberikan tentu saja harus
tepat sasaran. Penyaluran kembali bansos diharapkan dapat meringankan beban
masyarakat kecil.
Dari kebijakan
tersebut kami membuka sebuah wadah untuk menyampaikan aspirasi terhadap
kebijakan tersebut dari berbagai pihak maupun sudut pandang mengenai
pemberlakuan PPKM darurat. Berdasarkan aspirasi yang telah dibuka melalui media
google form muncul berbagai tanggapan terhadap kebijakan tersebut. “Dapat di
amati bahwa penerapan PPKM ini tidak merata diterapkan di seluruh daerah di
indonesia, hanya beberapa daerah saja yang menerapkan PPKM dan bisa di amati
bahwa pemerintah tidak terlalu tegas dalam melaksakan aturan ini sehingga masih
banyak masyarakat yang lalai akan aturan yang diselenggarakan oleh pemerintah,
contohnya saja memakai masker masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan
masker walaupun sudah diberi himbauan, selanjutnya PPKM ini hanya diterapkan
diperkotaan saja itupun tidak terlalu ketat, serta disetiap daerah perdesaan
dan kota kecil penerapan ini tidak dijalankan bahkan kegiatan nikahan atau kafe yang bersifat berkumpul masih tetap berjalan dan penerapan prokes tidak
ketat”. Tutur seorang warga KMP PNUP. Selain itu ada juga yang setuju dengan
tindakan pemerintah ini, ia mengatakan bahwa dengan PPKM ini setidaknya
pemerintah harus peka terhadap kondisi masyarakat sekitar dan mendata pembagian
bantuan sosial ini dengan tepat.
0 comments:
Post a Comment