Wisata boleh, Mudik
dilarang
LARANGAN mudik lebaran tahun
2021, telah resmi diberlakukan pemerintah kepada semua masyarakat Indonesia.
Larangan mudik yang berlaku mulai 6-17 Mei 2021 ini, ditetapkan dengan dasar
mencegah penyebaran COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Aturan ini
pun berlaku untuk semua masyarakat. Artinya, tidak hanya bagi anggota TNI,
Polri, BUMN, ASN, karyawan swasta, dan mandiri saja. Mudik merupakan salah satu
tradisi tahunan yang telah mendarah daging di tengah masyarakat. Lebaran tanpa
mudik bagaikan sayur tanpa garam. Terasa hambar. Tak pelak, instruksi
pemerintah pusat untuk melarang mudik tahun ini kembali menuai pro kontra
sekaligus kekecewaan publik.
Pasalnya, masyarakat seakan mendapat pengharapan palsu dengan pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat dengan komisi V DPR. Pada kesempatan itu, Menhub menyatakan bahwa pada prinsipnya pemerintah melalui Kemenhub tidak melarang mudik. Sehingga, Menhub berharap kegiatan mudik dapat berjalan baik tanpa mengabaikan protokol kesehatan. Sehingga pihaknya akan memperketat pengawasan di transportasi darat, laut, dan udara. Namun, tak berselang lama usai Menhub mengumumkan mudik tidak dilarang, sejumlah kementerian terkait yang dikoordinasi Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, telah membahas masalah mudik lebaran tahun 2021. Pemerintah memutuskan mudik dilarang di tengah pandemi corona. Sontak saja, hal ini membuat masyarakat perantau "galau" karena kehilangan harapan untuk melepas rindu dengan keluarga di kampung halaman.
Ya, pernyataan yang tak sinkron antar pejabat acap kali terjadi di negeri ini. Bahkan kebijakan yang dihasilkan pun sering kontradiktif. Lihat saja, di satu sisi pemerintah berdalih jika pelarangan mudik bertujuan untuk menurunkan angka penyebaran virus COVID-19 yang telah setahun bersarang.
Namun di sisi lain, pariwisata justru dibuka lebar dengan alasan untuk membangkitkan ekonomi negara. Ditambah lagi serbuan TKA yang kian tak terbendung. Sungguh aneh bukan? Alhasil, publik menilai kebijakan pelarangan mudik tahun ini terkesan asal jadi tanpa riset yang matang.
Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat berkomentar keterangan tertulis berpendapat bahwa menilai pelarangan mudik tahun 2021 akan berujung gagal jika tidak diberengi konsistensi komunikasi.
“Ini tidak efektif karena kebijakan pemerintah soal pengendalian COVID-19 selama ini tidak konsisten. Publik melihat selama larangan mudik tidak disertai larangan tegas lainnya seperti larangan warga asing masuk Indonesia maka pelarangan mudik tahun 2021 ini akan gagal”. Ujar Achmad Nur Hidayat yang dibiasa disapa ANH.
ANH yang juga Direktur Eksekutif Narasi Institute melihat seberapa banyak pun petugas diturunkan, pelarangan mudik akan ditolak rakyat.
“Rakyat akan membangkak dan nekat
akan mudik karena mereka melihat sudah tidak ada alasan lagi mobilisasi
dibatasi. Pusat belanja tidak dilarang, wisata lokal dibuka. Ini adalah
kegagalan komunikasi publik pemerintah” ujar ANH. Benar saja apa yang
disampaikan oleh Achmad Nur Hidayat, hingga hari ini hari ke-6 semenjak
diberlakukannya aturan pelarangan mudik serentak diseluruh Indonesia yang
dimulai pada 6 Mei lalu, kita bisa melihat banyak sekali beredar video di media
sosial yang memperlihatkan masyarakat yang berbondong-bondong nekat mudik dengan
menerobos benteng penyekatan mudik disetiap perbatasan setiap kota/kabupaten
yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian, bahkan ada yang rela berjalan kaki
berpuluh-puluh kilometer jauhnya demi pulang ke kampung halaman.
Berdasarkan survei yang telah dilakukan
muncul berbagai macam pendapat dari beberapa warga KMP PNUP.
“Pada dasarnya kita sebagai
masyarakat harus patuh pada pemimpin, tapi melihat betapa tidak konsistennya
beliau dalam memberikan aturan itu membuat banyak yang menganggap remeh. Saya
tidak mempersalahkan pelarangan mudik tetapi betapa aneh kebijakan lainnya,
melarang mudik tapi wisata dan WNA masuk Indonesia dibolehkan saja. Padahal WNA
itulah yang mesti dilarang, covid mutan dari India dsb masuk Indonesia gegara
WNA nah yang lebih aneh adalah WNI diluar negeri dilarang kembali ke Indonesia
tapi WNA bebas keluar masuk Indonesia, sektor wisata juga memang perlu karna
persoalan ekonomi negara tapi kan bisa ditekan jumlah org2 yg berwisata (jangan
lupa protokol kesehatannya) . Meski ilmu saya kurang tapi disini saya bisa
menyimpulkan bahwa mudik dilarang tapi wisata dan WNA bebas keluar masuk
Indonesia itu semua demi cuan.” Tutur seorang warga KMP PNUP.
Selain itu,seorang warga KMP PNUP
lainnya juga menyatakan pro terhadap kebijakan pemerintah ini. “Menurut saya
kebijakan ini tentu saja memiliki dampak positif maupun negatifnya, kebijakan
ini sebenarnya bertujuan untuk mengurangi penyebaran covid19 dengan cara
menekan ataupun mengurangi terjadinya kerumunan orang namun disisi lain
kebijakan sangat tidak sinkron karena melarang aktivitas mudik agar kurangnya
aktivitas berkumpul/berkerumun namun aktivitas pariwisata dan aktivitas
berbelanja yg menjadi tradisi menjelang lebaran tidak dibatasi, tentu saja
banyak orang2 beranggapan bahwa kebijakan ini dinilai sangat tidak konsisten ,
berdasarkan pemberitaan yg saya dapatkan akibat dari dilarangnya aktivitas
mudik akhirnya tempat pariwisata maupun pusat perbelanjaan di kota-kota besar
menjadi tempat pelampiasan bagi masyarakat untuk berkerumun sehingga pemerintah
kemudian mengambil keputusan untuk menutup sementara tempat2 tersebut, pada
akhirnya kebijakan-kebijakan tersebut kemudian hanyalah omong kosong belaka,
seharusnya jika memang pemerintah ingin benar-benar menekan terjadinya
penyebaran covid-19 maka harusnya
terlebih dahulu berfokus pada penekanan tersebut, nanti setelah penyebaran covid-19 sudah tertangani maka silahkan
berfokus untuk memperbaiki perekonomian dan tetap konsisten dalam menerbitkan
kebijakan-kebijakan.”